Vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi asal Inggris yakni vaskin AstraZeneca dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Keputusan tersebut diambil setelah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI menemukan unsur babi pada vaksin AstraZeneca.
Unsur babi yang ditemukan di vaksin AstraZeneca adalah tripsin dari pankreas babi. Tripsin diketahui berfungsi untuk memisahkan sel inang dari microcarrier pada proses penyiapan inang virus.
Kendati demikian, MUI tetap mengizinkan penggunaan vaksin AstraZeneca atas dasar ushul fikih Ad-Dharuratu Tubihul Mahdhurat atau keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.
Baca juga: Setelah Eropa, Indonesia juga Tunda Penggunaan Vaksin AstraZeneca
Tanggapan AstraZeneca
Menanggapi keputusan fatwa haram dari MUI tersebut, AstraZeneca angkat bicara untuk membantah temuan tripsin babi di vaksin COVID-19 yang mereka kembangkan.
AstraZeneca mengatakan tidak ada satu bahan atau produk turunan dari babi maupun produk hewani lainnya yang digunakan pada proses produksi vaksin COVID-19 ini.
Keterangan tersebut juga dikofirmasi oleh Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris.
Selain itu, vaksin vektor virus yang dikembangkan bersama dengan Universitas Oxford ini juga telah disetujui oleh lebih dari 70 negara termasuk negara-negara muslim khususnya di Timur Tengah.
Melalui Emerency Use Liting atau daftar penggunaan darurat yang diberikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terhadap vaksin AStraZeneca ini berharap bisa mempercepat distribusi vaksin ke 142 negara di seluruh dunia.
Proses Produksi Vaksin AstraZeneca
Pengembangan vaksi AstraZeneca ini melibatkan vektor virus simpanse dan diketahui tidak bereplika dari virus flu biasa (adenovirus) yang telah dilemahkan.
Tidak hanya vektor virus, vaksin AstraZeneca juga mengandung materi genetik yang berasal dari protein spike pada virus Corona atau SARS-CoV-2.
Protein permukaan spike dapat memicu sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi virus SARS-CoV-2.
Guna mematangkan vaksin AstraZeneca, pengembang telah melakukan uji coba di beberapa negara termasuk Amerika Serikat.
AstraZeneca bersama Univeristas Oxford berharap dapat melibatkan setidaknya 60.000 peserta di seluruh dunia dalam penelitian vaksin COVID-19 ini.
Baca juga: