Remdesivir pada saat kemunculan pertamanya sempat memperoleh perhatian publik dan digadang-gadang sebagai obat COVID-19. Pasalnya, Remdesivir telah teruji untuk mengobati virus Ebola.
Atas kesuksesan tersebut, kemudian Remdesivir dikembangkan menjadi obat COVID-19 dan lagi-lagi menunjukkan hasil yang cukup bagus.
Penggunaan Remdesivir kepada pasien COVID-19 dapat mempercepat durasi rawat inap yang rata-rata bisa mencapai 15 hari, dipersingkat menjadi menjadi 11 hari.
Namun sayang,Remdesivir kini tak lagi direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk atasi virus Corona.
Hal tersebut seperti yang disampaikan langsung oleh WHO kepada media, “Tidak ada bukti bahwa itu (Remdesivir) meningkatkan kelangsungan hidup atau mengurangi kebutuhan ventilasi,” kata WHO dikutip dari Reuters.
Keputusan untuk tidak lagi menggunakan Remdesivir diambil setelah Kelompok Pengembang Pedoman WHO (GDG) yang terdiri dari para ahli mengatakan bahwa obat tersebut tidak memberikan efek pemulihan pada pasien COVID-19.
Selain itu, WHO juga punya alasan lain yang didasarkan terhadap empat penelitian terbaru dengan melibatkan lebih dari 7.000 pasien COVID-19 secara acak di seluruh dunia.
Meski demikian, beberapa negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan lainnya masih memberikan izin penggunaan Redemsivir di fasilitas kesehatan dari masing-masing negara tersebut.
Di Amerika sendiri penggunaan Redemsivir pernah digunakan oleh Presiden Donald Trump saat dirinya dinyatakan positif COVID-19 pada Oktober yang lalu.
Sedangkan di Indonesia, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito juga mengatakan jika dua obat COVID-19 yaitu Remdesivir dan Favipiravir telah memperoleh persetujuan untuk digunakan pada pasien COVID-19.
Tidak hanya sampai di situ saja, BPOM juga telah memberikan izin produksi untuk kedua obat tersebut kepada tujuh industri farmasi di tanah air.
Pedoman terbaru dari WHO ini tidak serta merta melarang penggunaan Remdesivir, vaksin ini masih bisa digunakan namun belum tentu memberikan efektifitas yang maksimal.
Namun karena harganya terlampau mahal serta proses mendapatkan dan penggunaannya cukup rumit maka Remdesivir bisa menjadi pilihan lain dalam perawatan COVID-19.
“Agar tidak menggunakan Remdesivir selain perawatan biasa untuk pengobatan pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit,” terang WHO dikutip dari CNN.
Baca juga: