Bell’s Palsy adalah keadaan di mana terjadi pelemahan atau kelumpuhan otot pada salah satu sisi wajah. Kondisi tersebut akan menyebabkan salah satu sisi wajah ‘melorot’ atau tidak semitris yang terjadi secara tiba-tiba.
Penyakit Bell’s Palsy tidak berbahaya dan penderitanya dapat pulih dengan atau tanpa pengobatan setelah beberapa minggu atau setidaknya enam bulan sejak pertama kali mengalaminya.
Kendati tidak berbahaya, Bell’s Palsy dapat mengakibatkan gangguan seperti hilangnya indera perasa dan hilangnya kemampuan mata atau mulut dalam memproduksi cairan.
Bell’s Palsy kerap disalahartikan sebagai gejala dari penyakit stroke, meski keduanya sama-sama menyebabkan hilangnya kemampuan otot pada salah satu wajah, dua kondisi ini sangat berbeda.
Baca juga: 5 Komplikasi yang Wajib Diwaspadai Oleh Penderita Stroke
Gejala Bell’s Palsy
Ciri-ciri seseorang mengalami Bell’s Palsy dapat secara jelas diamati oleh orang lain serta dapat dirasakan langsung oleh penderitanya, seperti:
- Terjadi secara tiba-tiba.
- Kelumpuhan otot pada salah satu wajah terjadi secara bertahap hingga lumpuh total.
- Kelumpuhan dapat terjadi selama beberapa jam atau beberapa hari.
- Salah satu sisi wajah tidak dapat berekspresi seperti tersenyum dan tertawa.
- Nyeri terjadi pada rahang atau belakang telinga.
- Sakit kepala.
- Mati rasa.
- Sulit menutup mata.
Selain itu, dalam kasus tertentu Bell’s Palsy juga dapat memengaruhi saraf di salah satu atau kedua sisi wajah.
Kapan Harus ke Dokter
Siapa saja dapat mengalami Bell’s Palsy, segera temui dokter apabila mengalami gejala dari penyakit ini.
Penanganan yang cepat dan tepat dapat mengurangi risiko terburuk seperti gejala stroke. Pasalnya, kedua penyakit ini mempunyai gejala yang serupa.
Dokter dapat melakukan diagnosis untuk mengetahui penyebab dari kondisi yang dialami oleh pasien.
Penyebab Bell’s Palsy
Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan seseorang mengalami Bell’s Palsy, namun para ahli menyebutkan jika ada kaitannya dengan peradangan pada saraf otot wajah.
Selain itu, infeksi dari beberapa jenis virus juga dapat menyebabkan kondisi pelemahan otot wajah ini terjadi, di antaranya:
- Virus herpes simplex.
- Virus zoster.
- Sitoegalovirus.
- Adenovirus.
- Rubella.
- Virus gondongan.
- Influenza B atau flu.
- Coxsackievirus.
Faktor Risiko Bell’s Palsy
Seseorang dengan kondisi seperti di bawah ini cenderung mempunyai risiko Bell’s Palsy, di antaranya:
- Wanita hamil.
- Menderita infeksi pada sistem pernapasan atas seperti pilek atau flu.
- Menderita penyakit diabetes.
Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, seseorang yang pernah mengalami Bell’s Palsy dapat kambuh kembali.
Kasus tersebut ada kaitannya dengan genetik atau riwayat keluarga yang pernah mengalami Bell’s Palsy.
Komplikasi Bell’s Palsy
Meski Bell’s Palsy tidak terlalu berbahaya dan dapat pulih setelah beberapa minggu atau bulan, penyakit ini dapat menjadi lebih buruk dan berisiko menimbulkan komplikasi seperti:
- Kerusakan saraf di wajah secara permanen.
- Otot wajah bergerak atau berkontraksi secara tidak normal.
- Akibat mata tidak dapat menutup maka berisiko menyebabkan kerusakan pada kornea mata.
- Gangguan atau hilangnya kemampuan indera pengecap.
Pengobatan Bell’s Palsy
Pada kebanyakan kasus, seseorang yang menderita Bell’s Palsy dapat pulih dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau bulan, baik menggunakan atau tanpa obat.
Sementara itu, sampai saat ini belum ada obat yang benar-benar efektif untuk mengatasi Bell’s Palsy pada semua orang.
Pengobatan yang dilakukan oleh dokter disesuaikan dengan kondisi pasien. Selain obat, dokter juga akan memberikan saran terapi Bell’s Palsy untuk mempercepat proses pemulihan.
Selain obat dan terapi, dokter juga dapat merekomendasikan pasien untuk melakukan operasi Bell’s Palsy. Namun pilihan ini sangat jarang dilakukan.
Obat Bell’s Palsy
Beberapa jenis obat untuk mengatasi kelumpuhan pada sebagian sisi wajah atau Bell’s Palsy dapat diresepkan oleh dokter.
Jangan pernah membeli obat Bell’s Palsy di apotek tanpa menggunakan resep dari dokter.
- Obat Kortikosteroid berfungsi sebagai antiinflamasi untuk mengurangi peradangan saraf di wajah.
- Obat pereda nyeri seperti valasiklovir (Valtrex) atau asiklovir (Zovirax) untuk mengatasi kondisi kelumpuhan pada wajah yang parah.
- Antivirus. Penggunaan antivirus belum terbukti namun kombinasi dengan steorid diduga dapat memberikan manfaat untuk penderita Bell’s Palsy.
Terapi Bell’s Palsy
Selain penggunaan obat-obatan, penderita Bell’s Palsy juga dapat melakukan terapi fisik seperti pemijatan pada wajah untuk melatih kekuatan otot serta mencegah kondisi semakin memburuk.
Penggunaan obat tetes mata mungkin diperlukan untuk menjaga kelembaban mata dan menghindari risiko mata kering.
Pencegahan Bell’s Palsy
Siapa saja berisiko menderita penyakit Bell’s Palsy, lakukan gaya hidup dan pola makan sehat seperti rutin olahraga, mengonsumsi makanan bergizi, dan menghindari faktor risiko.
Bila perlu, lakukan medical check-up secara berkala untuk mengetahui kesehatan secara keseluruhan dan dapat mencegah berbagai risiko.
Baca juga:
- 10 Cara Merawat Lansia Yang Mengalami Kelumpuhan di Rumah
- Penyebab, Gejala dan Cara Mengatasi Tremor pada Lansia
- Cara Melatih Keseimbangan Tubuh Orang Stroke di Rumah
Referensi:
(Diakses pada 14 Desember 2020)
https://www.healthline.com/health/bells-palsy (Diakses pada 14 Desember 2020)
https://www.alodokter.com/bells-palsy/ (Diakses pada 14 Desember 2020)