Seorang ilmuwan senior di Amerika Serikat (AS), menyebut ada kemungkinan besar bahwa sebuah virus corona dapat kembali dalam suatu siklus virus musiman. Untuk itu pentingnya menemukan vaksin dan perawatan yang efektik untuk mengatasi COVID-19 yang meluas secara global.
Pandemi virus corona COVID-19 yang terjadi sejak akhir tahun lalu diperkirakan tak akan berakhir sepenuhnya dalam waktu dekat. Direktur National Institute of Allergy and Infectious Disease, Amerika Serikat yakni Dr Anthony Fauci mengatakan virus ini dapat saja menyerang secara musiman.
Fauci menjelaskan para pejabar dan ahli kesehatan AS mempelajari bagaimana virus ini terus berkembang di belahan selatan bumi seperti Afrika Selatan. Padahal wilayah tersebut akan memasuki musim dingin dua bulan lagi.
Fauci mengatakan dengan adanya kemungkinan penyakit ini berlangsung musiman, maka diharapkan pengembangan vaksin dapat rampung secepatnya. Saat ini beberapa negara sedang berlomba untuk membuat antivirus corona.
Sebuah pernyataan bahwa seluruh manusia harus siap untuk menghadapi (virus corona) gelombang berikutnya, akan yang menguatkan pendapat Direktur Pusat Penyakit Pernapasan AS Dr Nancy Messionier bahwa virus ini semakin menyebar kala musim dingin dan melemah ketika cuaca semakin hangat.
Saat ini diketahui ada dua pengembangan vaksin yang memasuki tahap uji coba ke manusia, terdapat satu di AS dan satu di China, dan kedua pengembangan itu akan memakan waktu setahun sehingga satu setengah tahun sebelum bisa diproduksi di pasaran.
COVID-19 memiliki karakteristik yang cukup mirip dengan penyakit gangguan pernapasan seperti batuk dan bersin, seperti selesma (common cold) dan influenza.
Proses penyebarannya dapat terjadi melalu kontak fisik dan tetesan pernapasan seperti batuk dan bersin. Virus yang menyerang pernapasan efektif bekerja ketika musim dingin berlangsung.
Penyakit influenza paling rawan yang menyerang manusia pada musim gugur dan musim dingin di Amerika, dan kasus flu akan memuncak pada bulan Desember dan Februari.
Faktor yang membuat virus pernapasan jarang bekerja saat musim panas yaitu karena kondisi hangat dan lembab dapat menahan prososes penyebaran virus.
Para pakar dari Peking University International Hospital mengatakan virus corona yang menyebabkan COVID-19 tetap hidup di paru-paru korban bahkan setelah pasien meninggal dunia.
Hasil temuan lainnya dari autopsi juga menunjukkan adanya kerusakan parah pada system kekebalan tubuh pasien yang dilakukan oleh virus corona.
Karena fakta virus tetap hidup di tubuh orang yang meninggal inilah yang membuat pihak rumah sakit bersikap waspada.