Dunia kembali dipusingkan dengan ditemukannya varian baru COVID-19 yang disebut dengan varian ‘Eek’ atau mutasi E484K.
Varian ‘Eek’ diketahui telah terdeteksi di sejumlah negara seperti Afrika Selatan, Brasil, Inggris, Jepang, Malaysia, dan Indonesia.
Di Jepang, varian COVID-19 ini telah menyebabkan pemerintah mengambil tindakan lockdown di sejumlah wilayah.
Sementara di Indonesia, Varian COVID-19 ini pertama kali ditemukan pada Februari 2021 di Jakarta dalam pemeriksaan Whole Genome Sequence (WGS).
Menurut dr Siti Nadia Tarmizi selaku direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) melaporkan jika terdapat satu pasien COVID-19 varian ‘Eek’.
Kendati demikian, pasien tersebut kini telah dinyatakan sembuh dan diizinkan untuk pulang.
Berdasarkan tracing juga tidak didapatkan temuan kasus COVID-19 varian ‘Eek’ pada orang-orang yang pernah berinteraksi secara langsung dengan pasien.
Bahayakah Varian ‘Eek’ COVID-19 Ini?
Dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bahwasannya varian ‘Eek’ atau mutasi E484K COVID-19 ini tidaklah lebih berbahaya dari varian yang telah ada sebelumnya.
Kendati demikian, varian ‘Eek’ baik yang ditemukan di Indonesia maupun di luar negeri ini mempunyai kemampuan menular yang jauh lebih cepat dan masif.
P2PML Kemenkes tetap menghimbau masyarakat untuk tetap mewaspadai varian ‘Eek’ ini.
Berdasarkan penelitian di Afrika Selatan, varian ‘Eek’ ini berpotensi menghilangkan kemanjuran vaksin COVID-19.
Varian ‘Eek’ merupakan salah satu mutasi dari sekian varian COVID-19 yang telah ditemukan di Indonesia.
Mutasi COVID-19 lainnya yang juga ditemukan di Indonesia seperti B117, D614G, N439K, dan yang terbaru adalah E484K atau varian ‘Eek’.
Pencegahan Penularan Varian ‘Eek’ di Indonesia
Guna mengantisipasi penularan varian COVID-19 ini, pemerintah telah akan melakukan pemeriksaan yang lebih ketat lagi.
Sementara itu, perlu adanya peningkatan hasil pengurutan genome untuk membantu mengatasi pandemi COVID-19 di Indonesia.
Setidaknya ada tiga tim dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang akan melakukan WGS menggunakan Oxford Nanopore Technology.
Ditargetkan minimal 10 WGS virus SARS-CoV-2 yang akan dilaporkan dalam sepekan.
Salah satu fungsi laporan WGS adalah untuk melakukan tracing atau pelacakang pada mutasi strain lokal COVID-19.
Baca juga: